Rohmatul
Umah/HES 3C
Kasus
I
Kasus Pembunuhan Sadis Salim Kancil
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia akan melakukan investigasi kasus penganiayaan yang menyebabkan tewasnya
seorang petani di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Demikian kata Komisioner Komnas HAM, Siti Noor Laila.
Hal ini disampaikan Laila setelah menerima laporan dari
beberapa lembaga swadaya masyarakat, yaitu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia,
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras) dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Kantor Komnas
HAM, Jakarta, Senin (28/9).
"Investigasi dilakukan dengan mempertemukan seluruh
pihak terkait dan memeriksa data-data yang berkaitan dengan kasus tersebut.
Setelah itu Komnas HAM akan mengeluarkan rekomendasi," ujar Laila setelah
menerima pengaduan tersebut.
Namun, ia tidak bisa memastikan kapan rekomendasi akan
diberikan sebab persoalan ini juga bergantung kepada pihak-pihak yang terlibat.
Kasus penganiayaan hingga menyebabkan kematian Salim Kancil dan seorang petani
lain, Tosan, dalam kondisi kritis.
Menurut Kontras disebabkan oleh pengeroyokan oleh sekitar
puluhan orang. Setelah kejadian tersebut, ada 12 orang warga mengaku
mendapatkan intimidasi. Salim Kancil dan Tosan merupakan petani yang aktif
berjuang menolak penambangan pasir di wilayahnya.
Komnas HAM sendiri memiliki kesimpulan awal mengenai
kejadian ini. Pertama terjadi pelanggaran atas hak hidup warga karena ada satu
orang yang meninggal.
Kedua, ada
pelanggaran hak atas rasa aman warga. Ini bisa dibuktikan dari adanya korban
kritis akibat penganiayaan dan adanya 12 warga yang merasa terancam. Terakhir,
Komnas HAM menemukan pelanggaran hak atas kesejahteraan karena lingkungan warga
untuk hidup dan beraktivitas dirusak oleh kegiatan penambangan.
Laila mencatat
kejadian di Lumajang bukanlah laporan pertama yang berkaitan dengan konflik
tambang di Lumajang. Sebelumnya sudah ada laporan sejenis namun di kecamatan
yang berbeda. "Info yang saya dapatkan, pertambangan ini terjadi di enam
kecamatan di Lumajang," tuturnya.
Sementara
terkait dengan 12 warga yang merasa terancam, Komnas HAM menyatakan telah
berkoordinasi dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia dan Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ada pun peristiwa penganiayaan yang
menyebabkan Salim Kancil meninggal dunia dan Tosan dalam keadaan kritis terjadi
pada Sabtu (26/9).
Inilah
18 Tersangka Kasus Pembunuhan dan Penganiayaan Aktivis Salim Kancil Penolak
Tambang Illegal
Lumajang(lumajangsatu.com) -
Polres Lumajang dalam bekerja marathon menyelidikan dan menyidik terduga pelaku
pembunuhan dan penganiyaan petani aktivis tolak tambang illegal. Alhasil, 18
tersangka ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan dan penganiayaan.
Kapolres Lumajang, AKBP Fadly
Munzir Ismail mengatakan, dari hasil penydikan terhadap sekitar 39 terduga pelaku
aksi kekerasan di Selok Awar-awar Kecamatan Pasirian, masih baru 18 tersangka.
Dari keterangan para tersangka, bisa muncul para tersangka baru. "Kita terus dalami, para penyidik
masih bekerja siang, malam hingga pagi," ungkapnya.
Para tersangka yang kebanyakan
tetangga korban, Dalam rilisnya kepolisian 18 tersangka yang semuanya warga
selok Awar-awar kecamatan Pasirian yakni, SI (58), HE (32), TE(58), SR(58),
GT(49), SU(55), EDR(28), HA (41), TI (60), MD(65), WD(34), NG(54), RD(25),
FW(30), EL(35), SL(50), MS(33) dan ED(40).
"Kita mohon dukungan dan do'a masyarakat," ungkap
Kapolres. Proses penyelidikan dan
penyidikan terus berjalan sesuai prosedur hukum. Bahkan, para saksi-saksi juga
terus diawasi dan dipantau untuk memberikan keamanan.
Keterlibatan
Kades Hariono dalam Pembunuhan Salim Kancil Diusut
Liputan6.com, Jakarta - Hariono, Kepala
Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur ditetapkan
sebagai tersangka kasus penambangan ilegal. Desa ini merupakan tempat
terjadinya kasus pengeroyokan terhadap aktivis antitambang yang menyebabkan
Salim Kancil terbunuh
dan Tosan luka parah.
Kapolres Lumajang AKBP Fadly
Munzir Ismail mengatakan, Hariono ditangkap pada Selasa 29 September malam
bersama sejumlah pelaku pengeroyokan yang juga ditetapkan sebagai pelaku pengeroyokan
Salim Kancil dan Tosan.
"Kita tetapkan sebagai
tersangka untuk kasus penambangan ilegal. Masih kita dalami keterlibatannya
dalam kasus pengeroyokan itu. Tersangka juga belum kami tahan," kata Fadly
saat mengunjungi Tosan di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang, Rabu (30/9/2015).
Aktivitas penambangan pasir di
Desa Selok Awar-Awar yang dikelola Hariono terbukti tidak memiliki izin usaha
penambangan (IUP). Kepolisian juga mendalami aktor sesungguhnya pengelolaan
pertambangan tersebut. Butuh proses untuk mengungkap semua kasus tersebut.
"Semua masih kita dalami,
termasuk siapa yang menjadi atasan dari kepala desa itu dalam
mengelola tambang. Semua butuh proses,"
ucap Fadly.
Secara keseluruhan sudah ada 23
orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengeroyokan Salim Kancil
dan Tosan. Kepolisian menjerat para pelaku dengan pasal berlapis mulai dari 340
KUHP tentang pembunuhan berencana dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
"Berkas untuk pelaku
pembunuhan Salim Kancil sudah kami lengkapi. Kami sudah kirim surat dimulainya
penyidikan ke kejaksaan," tandas Fadly.
Untuk kasus pengeroyokan
terhadap Tosan, kepolisian masih mengumpulkan bukti-bukti lanjutan. Selain itu,
Tosan juga belum bisa dimintai keterangan lantaran kondisinya masih belum
memungkinkan. Dalam perkembangannya, tidak menutup kemungkinan
ada tersangka lagi.
"Pak Tosan masih sakit,
belum bisa dimintai keterangan. Dalam kasus ini bisa jadi ada tersangka baru
lagi," pungkas Fadly.
Kontras
: Sebelum Dibunuh Dengan Batu, Salim Kancil Sempat Disetrum dan Digergaji di
Balai Desa
Lumajang (lumajangsatu.com) -
Koordinator Kontras Jawa Timur langsung turun mekakukan investigasi terhadap
pembunuhan keji kepada warga penolak tambang desa Selok Awar-Awar Kecamatan
Pasirian. Dari data yang dikumpulkan Kontras dilapangan, ditemukan fakta
mengejutkan terhadap pembunuhan kepada Salim alias Kancil.
"Kita temukan bahwa pak
Salim diambil dari rumahnya, dan dianiaya di balai desa Selok awar- awar dengan
berbagai macam penyiksaan, ini jelas ada keterlibtan aparat desa" ujar
Fatkhul Khoir koordinator Kontras Jatim saat menggelar rilis dengan sejumlah
media, Minggu (7/09/2015).
Salim disiksa dengan cara
disetrum, digergaji dibagian lehernya dan juga dipukul dengan benda tumpul dan
juga cangkul. Salim akhirnya menemui ajalnya setelah dipukul menggunakan batu
dibagian kepalanya dan sekujur tubuhnya.
"Salim disiksa dengan
digorok lehernya dengan gergaji kayu, disetrum dan dipukul menggunakan kayu,
cangkul dan juga batu," jelasnya.
Sedangkan korban selamat bernama
Tosan, didatangi dirumahnya
dan dihajar beramai-ramai oleh orang-orang pro tambang. Dalam kondisi yang
tidak berdaya, Tosan juga dilindas dengan menggunakan sepeda motor dan dipukul
dengan menggunakan kayu serta senjata tajam lainnya.
"Kita minta aparat penegak
hukum dan pemerintah Kabupaten Lumajang bertindak tegas agar tidak terjadi
tragedi serupa," pungkasnya.
Kasus II
Pembunuhan Holly Angela
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian menduga Holly dibunuh
secara terencana oleh komplotan Elriski Yudistira, 34 tahun. Komplotan ini
terdiri dari empat orang dan telah mengintai Holly sejak Agustus 2013. Eksekusi
terhadap Holly dilakukan pada Selasa, 1 Oktober 2013.
"Dua
pelaku (Elriski dan diduga seseorang berinisal R yang masih buron) sudah di
kamar Holly sebelum korban tiba di kamarnya," ujar Kasubdit Jatanras
Ditreskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan, Jumat, 11
Oktober 2013. Holly saat itu baru kembali dari rumah ibu angkatnya, Kus Handani Murti Astuti alias Ani, di Cibubur menjelang tengah
malam.
Sambil
membuka pintu kamar apartemen, Holly menghubungi Ani untuk mengabarkan dia
sudah tiba di Kalibata dengan selamat. Saat itu dia tidak tahu jika ada
orang yang telah menunggunya di dalam kamar. Holly yang masih tersambung
melalui telepon dengan ibu angkatnya langsung meminta tolong.
"Pelaku
langsung membekap mulutnya, lalu dipukuli dengan besi," ujar Herry. Barang
bukti berupa besi sepanjang 50 sentimeter tersebut diduga sebagai senjata yang
dipakai pelaku untuk menghabisi Holly.
Pelaku
yang sudah mengikat tangan Holly tak sempat menghabisi nyawa wanita kelahiran
Magelang itu. Sebab, pintu kamar keburu digedor oleh kerabatnya dan satpam
apartemen. Mereka berdua kemudian mencoba kabur lewat pintu balkon. Mereka lari
ke kamar tetangga Holly bernomor 09AS yang kebetulan sedang ditinggal
pemiliknya.
Seorang
pelaku berhasil melompati balkon dan bersembunyi di balkon kamar tersebut.
Namun, Elriski diduga terpeleset ketika mencoba melarikan diri. Ia terjatuh dan
tewas seketika di taman Tower Ebony. "Elriski terpeleset dan jatuh ke
taman," ujar Herry.
Hingga
situasi kondusif, teman Elriski ini bersembunyi di balkon kamar tersebut.
Ketika situasi mulai sepi, si pelaku turun ke kamar yang terletak tepat di
bawahnya dengan menggunakan handuk yang diikat-ikat. Polisi telah menyita
barang bukti handuk ini dari kamar bernomor 09AS.
Di kamar
08AS, pelaku bersembunyi beberapa lama hingga situasi aman. Ia masuk ke dalam
kamar dengan cara memecahkan kaca. Kamar tersebut dianggap aman untuk
bersembunyi karena tak berpenghuni. Ia lalu membobol pintu kamar tersebut dari
dalam, kemudian melarikan diri.
Aksi
pembunuhan berencana ini diduga diotaki oleh S, yang ditangkap polisi dua hari
lalu di Karawang, Jawa Barat. Selain itu, polisi juga menangkap AL di
Bojonggede pada hari yang sama. Polisi belum mengungkap peran AL. Tersangka R
dan Elriski diduga sebagai eksekutor pembunuhan Holly. Rencananya, usai
menghabisi nyawa Holly, mereka akan memasukkan jenazahnya ke hardcase
gitar berukuran 100x50x50 sentimeter. Peralatan ini ditemukan di kamar lantai
enam yang disewa pelaku untuk merencanakan pembunuhan ini.
Hingga
saat ini polisi masih menyelidiki motif pembunuhan ini. Polisi juga tengah
menelusuri kemungkinan ada tersangka lain yang terlibat dalam kasus ini.
Gatot
Sangkal Bunuh Holly, Polisi: Bukti Cukup
TEMPO.CO, Jakarta - Polisi
menyatakan merasa cukup dengan alat bukti dan keterangan saksi yang didapat
terkait dengan peran Gatot Supiartono dalam kasus pembunuhan Holly Angela alias
Niken Hayu Winanti, 37 tahun. Auditor
utama di Badan Pemeriksa Keuangan itu telah ikut ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu
malam lalu atas kematian Holly, istri sirinya, di Apartemen Kalibata City,
Jakarta Selatan, pada Senin malam, 30 September lalu.
"Polisi tidak mengejar pengakuan tersangka," kata Direktur Reserse
Kriminal Umum Komisaris Besar Slamet Riyanto kemarin. Menurut dia, hingga
kemarin penyidik telah memeriksa 25 saksi. Polisi, kata dia, sama sekali tidak
risau akan penyangkalan Gatot bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus pembunuhan,
yang diduga dilakukan oleh lima orang. Di antara para pelaku itu, seorang
bernama Elriski tewas terjatuh dari apartemen dan dua lainnya masih buron.
Keterlibatan Gatot diperoleh polisi dari pengakuan Surya
Hakim, seorang sopir mobil sewaan yang menjadi tersangka perencana
pembunuhan. Gatot, 54 tahun, disebutkan oleh Surya, sering “curhat”
tentang Holly yang banyak menuntut, dari apartemen hingga mobil.
Terakhir, Gatot didesak untuk menceraikan istrinya yang pertama
Polisi juga telah menemukan sejumlah alat bukti di kamar E
06 BE yang disewa Surya, tiga lantai di bawah kamar apartemen Holly. Di kamar
itu pula Surya dan komplotannya disebutkan merencanakan pembunuhan, di
antaranya akan memasukkan mayat Holly dalam peti gitar, lalu membuangnya ke
laut.
Polisi juga mengungkap adanya upah sebesar Rp 250 juta untuk
pekerjaan Surya dan kelompoknya apabila berhasil menghabisi Holly. Gatot
disebutkan membuka akses kepada para eksekutor masuk ke kamar Holly dengan
menyediakan kartu dan kunci.
Gatot sendiri menyatakan sama sekali tidak menyangka bakal
ditetapkan sebagai tersangka. Pada Rabu lalu dia memenuhi panggilan polisi
setelah dipanggil pulang dari masa tugasnya mengaudit keuangan Perwakilan RI di
Australia dan mengambil cuti. "Kondisinya langsung drop setelah
dijadikan tersangka dan ditahan," ujar Afrian Bondjol, kuasa hukumnya.
Melalui pengacaranya, Gatot menyatakan mengajukan
penangguhan penahanan. Namun, pemintaan ini belum disampaikan ke polisi hingga
kemarin. “Suratnya belum sampai kepada saya," kata Slamet.
3
Pembunuh Holly Angela Terancam Hukuman Mati
Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 3
terdakwa kasus pembunuhan Holly Angela Hayu di Apartemen Kalibata City, Jakarta
Selatan pada 30 September 2013 terancam hukuman mati. Surya Hakim, Abdul
Latief, dan Pago Satria Permana didakwa dengan pasal berlapis.
"Ketiga terdakwa dijerat
dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP subsidair Pasal 338 juncto
Pasal 55 ayat 1 KUHP, lebih subsider Pasal 353 ayat 3 KUHP juncto Pasal 55 ayat
1 KUHP," kata Jaksa Agus Kurniawan dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Senin (24/3/2014).
Dalam berkas dakwaan secara
terpisah itu, terdakwa Surya dan Latif satu berkas. Sedangkan terdakwa Pago
tersendiri. Ketiga terdakwa didakwa bersama-sama telah melakukan pembunuhan
berencana terhadap Holly, atas suruhan Gatot Supiartono tak lain suami siri
Holly yang bekerja sebagai auditor BPK.
Perbandingan
Tabel antara kasus I dan II
No
|
|
Kasus I
|
Kasus II
|
1
|
Jenis Pidana
|
Pembunuhan dan Pengeroyokan
Kepolisian menjerat para pelaku dengan pasal berlapis mulai dari 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
|
Pembunuhan
terdakwa dijerat dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, lebih subsider Pasal 353 ayat 3 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP
|
2
|
Nama Tersangka
|
SI
(58), HE (32), TE(58), SR(58), GT(49), SU(55), EDR(28), HA (41), TI (60),
MD(65), WD(34), NG(54), RD(25), FW(30), EL(35), SL(50), MS(33) dan ED(40),
dan Kades Hariono
|
Surya
Hakim, Abdul Latief, dan Pago Satria Permana atas suruhan Gatot Supiartono.
|
3
|
Nama Korban
|
Salim Kancil dan Tosan
|
Holly
Angela Hayu
|
4
|
Jumlah Korban dan Tersangka
|
· Jumlah korban: 2
· Jumlah Tersangka:19
|
· Jumlah korban: 1
· Jumlah Tersangka: 4
|
5
|
Jumlah Kerugian
· Materiil
· In Materiil
|
· Materiil: -
· In materiil: Meninggal dunia, dan Masih
dalam keadaan kritis
|
· Materiil: adanya upah sebesar Rp
250 juta untuk pekerjaan Surya dan kelompoknya apabila berhasil menghabisi
Holly
· In materiil: meninngal dunia
|
6
|
Perlakuan Aparat
· Polisi
· Hakim
· Jaksa
|
· Polisi: kepolisian
masih mengumpulkan bukti-bukti lanjutan
· Hakim:
-
· Jaksa:
-
|
· Polisi: mempunyai cukup bukti
dalam kasus ini
· Hakim: -
· Jaksa: bersikap adil
|
7
|
Fasilitas
|
Fasilitas yang diterima yakni sama
seperti kasus-kasus yang lainnya
|
Fasilitas yang diterima yakni sama
seperti kasus-kasus yang lainnya
|
Analisis Sosiologis
Masyarakat
dari lapisan bawah yakni masyarakat yang kedudukan atau status dilingkungannya
hanyalah sebagai masyarakat biasa. Sedangkan masyarakat dari lapisan atas
adalah masyarakat yang dianggap terpandang dan memiliki kedudukan yang tinggi
di masyarakat atau dinegaranya.
Dari kedua kasus dan di tabel
perbandingan diatas dapat kita lihat perbedaan dari keduanya yakni pada kasus I
yang menjadi terdakwa yakni masyarakat dari lapisan bawah yaitu para penambang
illegal dan pada kasus II yang
menjadi terdakwa yakni dari lapisan
atas yaitu oleh Gatot Supiartono sebagai auditor BPK.
Pada jenis pidana yang dilakukan
adalah sama yakni pembunuhan tetapi
juga ada perbedaan, pada kasus I adanya pengeroyokan dan penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa
terhadap korban. Dapat kita lihat sebelum korban meninggal dunia, salim disiksa
dengan cara disetrum, digergaji dibagian lehernya dan juga dipukul dengan benda
tumpul dan juga cangkul. Salim akhirnya menemui ajalnya setelah dipukul
menggunakan batu dibagian kepalanya dan sekujur tubuhnya. Sedangkan korban
selamat bernama Tosan, didatangi dirumahnya dan dihajar beramai-ramai oleh orang-orang pro tambang. Dalam
kondisi yang tidak berdaya, Tosan juga dilindas dengan menggunakan sepeda motor
dan dipukul dengan menggunakan kayu serta senjata tajam lainnya. Dan yang melakukan tindakan tersebut adalah para
terdakwa sendiri tanpa adanya yang menyuruh dan secara terang-terangan.
Pada kasus II ini sebelumya memang sudah direncanakan sedemikian rupa untuk
membunuh korban yakni dapat kita lihat dari Rencananya, usai menghabisi
nyawa Holly hanya dengan memukulnya
dengan besi, mereka akan memasukkan jenazahnya ke hardcase
gitar berukuran 100x50x50 sentimeter. Dan ini ditegaskan karena adanya suruhan dari Gatot Supiartono suami siri
dari korban. Gatot Supiartono memberi upah sebesar
Rp 250 juta untuk pekerjaan Surya dan kelompoknya apabila berhasil menghabisi
Holly. Dengan syarat tanpa
meninggalkan jejak.
Dari kedua kasus ini perlakuan dari aparat yakni sama, yaitu sama-sama mencari
barang-barang bukti yang kuat dan menegakkan hukum setegas-tegasnya. Dalam
kenyaatannya banyak perlakuan aparat ini memihak kepada siapa yang mempunyai
kedudukan yang tinggi dan yang mempunyai banyak uang. Namun, pada kasus ini
perlakuan aparat ini tidak memihak kepada siapapun. Karena prinsipnya yakni
yang bersalah memang harus dihukum seadil-adilnya agar tidak adanya kasus yang
serupa kembali terjadi.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa orang atau masyarakat dari lapisan atas
bisa menyuruh oranglain untuk melakukan apapun yang dia inginkan tanpa
mengotori tangnnya sendiri. Karena mereka merasa punya kekuasaan dan uang yang
banyak untuk mendapatkan apapun yang mereka inginkan tanpa adanya oranglain
yang mengetahuinya. Namun, berbeda dengan orang atau masyarakat dari lapisan
bawah, mereka melakukan tindakannya dengan tangannya sendiri tanpa adanya suruhan
dari orang lain. Karena mereka tidak mempunyai uang untuk menyuruh orang untuk
melalukan tindakan tersebut. Makadari itu mereka melalukannya secara
terang-terangan.