Kamis, 15 Oktober 2015

ROHMATUL UMAH/1711143074
HES 3C/ FASIH
TUGAS REVISI

Kasus I           : Lapisan Bawah
JEMBRANA - Seorang pemuda nekat menggagahi anak baru gede (ABG) yang masih duduk dibangku sekolah, di Keurahan Gilimanuk, Jembrana, Bl. Padahal di dalam kosan tersebut, ada teman perempuan pelaku.
Pelaku yang diketahui bernama Imam Safeii (20) asal Gilimanuk, melakukan pelcehan seksual terhadap korban berinisial IGM (16) asal Petang, Kabupaten Badung.
Keduanya berkenalan lewat telefon pada Desember 2014. Hubungan mereka berlanjut menjadi lebih dekat. IGM diminta datang pada bulan Februari ke Gilimanuk. Hanya saja, korban menolak karena masih sekolah.
Pelaku sempat marah-marah dan memaksa korban agar datang menemuinya. Karena bujuk rayu pelaku, akhirnya pertengahan Juni lalu, korban naik bus dari Terminal Ubung ke Gilimanuk. Korban lalu dijemput dan diinapkan di sebuah rumah kos di Jalan Rajawali, Lingkungan Gilimanuk.
Kos tersebut dihuni seorang perempua berinisial TH, teman pelaku. Mereka pun berkenalan. Malam harinya, pelaku datang ke kos dan ketiganya tidur bersama di dalam satu kamar. Sekira pukul 01.00 WITA, pelaku memaksa korban berhubungan badab meski di kamar itu ada TH yang sedang tiduran.
Aksi bejat pelaku diulangi lagi esok harinya di kamar kos setelah keduanya jalan-jalan ke pantai.
Kesat Reskrim Polres Jembrana AKP Gusti Made Sudama Putra, mengungkap kasus tersebut merupakan limpahan dari Polsek Petang, Badung karena TKP nya berada di Jembrana.
“Pelaku sudah kami amankan, dijerat Pasal 76 dan Pasal 81 ayat 2 UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman mainimal 5 tahun maksimal 15 tahun penjara, “ imbuh Sudarma.
Dampaknya sendiri bagi korban ini adalah mengalami ceder pada tubuhnya, juga akan menglami trauma neurologis yang sulit hilang dan secara internal mengalami cedera yang bahkan dapat menyebabkan kematian.

Kasus II          : Lapisan Atas
JAKARTA - Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menghukum guru Jakarta International School (JIS) asal Kanada, Neil Bantleman selama 10 tahun penjara karena terbukti telah melakukan pencabulan terhadap terhadap siswa yang berinisila AK di sekolah international itu.
“Menyatakan Neil telah terbukti telah sah dan menyakini dengan sengaja melakukan kekerasan, mengancam, melakukan serangkaian kebohongan, melakukan dan membiarkan melakukan tindakan cabul. Menghukum terdakwa pidana penjara 10 tahun dan denda 100 juta subsider enam bulan penjara,” ujar Ketua Majelis Hakim Nur Aslam Bustaman di PN Jaksel, Kamis (2/4).
Dalam putusan ini, Nurslam sendiri selaku ketua majelis menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dengan mayoritas majelis hakim dalam dissenting-nya, Nur Aslam Bustaman memiliki dasar hukum yang sama dengan dua anggota majelis lainnya, tetapi berbeda ketika menentukan lamanya hukuman. Nur Aslam Bustaman menyatakan seharusnya terdakwa dihukum selama 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara.
Majelis hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dengan berbagai pertimbangan. Diantaranya adalah ada hal-hal yang memberatkan bagi Neil, yakni tidak mengakui, tidak meminta maaf, dan tidak menyesali tindakan yang telah menyakiti masa depan anak yang menjadi korban dan masih di bawah umur. Majelis menilai tindakan tersebut tidak pantas dilakukan oleh seorang pendidik.
“Terdakwa juga terbelit-belit sehingga menyulitkan persidangan. Serta pembentukan opini publik baik sebelum atau sesudah persidangan. Mencoreng nama baik pendidikan secara umum dan JIS.” Jelas Nur Aslam Bustaman.
Namun, pada hari Sabtu tanggal 15 Agustus 2015 Pengadialan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang membebaskan pelaku. Jaksa harus segera mengajukan kasasi, karena jika tidak akan sangat melukai perasaan korban dan kelurga.
Korban anak yang pernah mengalami kekerasan seksual juga akan mengalami dampak traumatis seperti kesulitan dalam berkomunikasi dan gangguan belajar.

Perbandingan Tabel antara kasus I dan II
No

Kasus I
Kasus II
1
Jenis Pidana
Kekerasan seksual terhadap anak
Kekerasan seksual terhadap anak
2
Nama Tersangka
Imam Safeii
Neil Bantleman
3
Nama Korban
AK
IGM
4
Jumlah Korban dan Tersangka
1 (Satu)
1 (Satu)
5
Jumlah Kerugian (Materiil dan In Materiil)
Mengalami trauma berupa depresi dan kurangnya rasa percaya diri saat bersosialisasi
Mengalami trauma berupa depresi dan kurangnya rasa percaya diri saat bersosialisasi
6
Perlakuan Aparat (Polisi, Hakim dan Jaksa)
Pelaku dijerat Pasal 76 dan Pasal 81 ayat 2 UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun penjara secara penuh.
Terdakwa dikenakan hukman pidana penjara 10 tahun dan denda 100 juta subsider enam bulan penjara. Namun masih 1 tahun pelaku sudah dibebaskan oleh PT.
7
Fasilitas
-
-

Analisis Sosiologis
Masyarakat dari lapisan bawah yakni masyarakat yang kedudukan atau status dilingkungannya hanyalah sebagai masyarakat biasa. Sedangkan masyarakat dari lapisan atas adalah masyarakat yang dianggap terpandang dan memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat atau dinegaranya.
Dari kedua kasus diatas dapat kita ketahui perbedaannya dari perlakuan aparat (polisi, hakim, dan jaksa), yakni pada kasus I pelaku diancam hukuman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun penjara penuh. Namun pada kasus II pelaku dipidana penjara selama 10 tahun dan denda 100 juta subsider enam bulan. Tetapi masih menjalani hukuman selama kurang lebih 1 tahun, pelaku sudah dibebaskan karena ada hal-hal yang membenarkan si pelaku tersebut untuk bebas. Karena pembebasan tersebut, dari pihak keluarga korban sangat merasa kecewa lantaran seseorang yang telah membuat anak mereka trauma bisa dibebaskan semudah itu. Dan dari pihak korban merasa sangat takut apabila sang pelaku melakukan hal itu lagi kepada anak-anak yang lainnya.
Disinilah hukum harus ditegakkan seadil-adilnya tidak membeda-bedakan masyarakat. Walaupun ungkapan dari pihak aparat yang mengusut kasus ini telah mengerjakan kasus ini sebaik-baiknya. Namun masyarakat lainnyalah yang bisa menilai sendiri bagaimana hukum yang ada di Indonesia.

Selasa, 06 Oktober 2015

Rohmatul Umah/HES 3C
Kasus I
Kasus Pembunuhan Sadis Salim Kancil
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan melakukan investigasi kasus penganiayaan yang menyebabkan tewasnya seorang petani di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Demikian kata Komisioner Komnas HAM, Siti Noor Laila.
Hal ini disampaikan Laila setelah menerima laporan dari beberapa lembaga swadaya masyarakat, yaitu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/9).
"Investigasi dilakukan dengan mempertemukan seluruh pihak terkait dan memeriksa data-data yang berkaitan dengan kasus tersebut. Setelah itu Komnas HAM akan mengeluarkan rekomendasi," ujar Laila setelah menerima pengaduan tersebut.
Namun, ia tidak bisa memastikan kapan rekomendasi akan diberikan sebab persoalan ini juga bergantung kepada pihak-pihak yang terlibat. Kasus penganiayaan hingga menyebabkan kematian Salim Kancil dan seorang petani lain, Tosan, dalam kondisi kritis.
Menurut Kontras disebabkan oleh pengeroyokan oleh sekitar puluhan orang. Setelah kejadian tersebut, ada 12 orang warga mengaku mendapatkan intimidasi. Salim Kancil dan Tosan merupakan petani yang aktif berjuang menolak penambangan pasir di wilayahnya.
Komnas HAM sendiri memiliki kesimpulan awal mengenai kejadian ini. Pertama terjadi pelanggaran atas hak hidup warga karena ada satu orang yang meninggal.
Kedua, ada pelanggaran hak atas rasa aman warga. Ini bisa dibuktikan dari adanya korban kritis akibat penganiayaan dan adanya 12 warga yang merasa terancam. Terakhir, Komnas HAM menemukan pelanggaran hak atas kesejahteraan karena lingkungan warga untuk hidup dan beraktivitas dirusak oleh kegiatan penambangan.
Laila mencatat kejadian di Lumajang bukanlah laporan pertama yang berkaitan dengan konflik tambang di Lumajang. Sebelumnya sudah ada laporan sejenis namun di kecamatan yang berbeda. "Info yang saya dapatkan, pertambangan ini terjadi di enam kecamatan di Lumajang," tuturnya.
Sementara terkait dengan 12 warga yang merasa terancam, Komnas HAM menyatakan telah berkoordinasi dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ada pun peristiwa penganiayaan yang menyebabkan Salim Kancil meninggal dunia dan Tosan dalam keadaan kritis terjadi pada Sabtu (26/9).

Inilah 18 Tersangka Kasus Pembunuhan dan Penganiayaan Aktivis Salim Kancil Penolak Tambang Illegal

Lumajang(lumajangsatu.com) - Polres Lumajang dalam bekerja marathon menyelidikan dan menyidik terduga pelaku pembunuhan dan penganiyaan petani aktivis tolak tambang illegal. Alhasil, 18 tersangka ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan dan penganiayaan.
Kapolres Lumajang, AKBP Fadly Munzir Ismail mengatakan, dari hasil penydikan terhadap sekitar 39 terduga pelaku aksi kekerasan di Selok Awar-awar Kecamatan Pasirian, masih baru 18 tersangka. Dari keterangan para tersangka, bisa muncul para tersangka baru. "Kita terus dalami, para penyidik masih bekerja siang, malam hingga pagi," ungkapnya.
Para tersangka yang kebanyakan tetangga korban, Dalam rilisnya kepolisian 18 tersangka yang semuanya warga selok Awar-awar kecamatan Pasirian yakni, SI (58), HE (32), TE(58), SR(58), GT(49), SU(55), EDR(28), HA (41), TI (60), MD(65), WD(34), NG(54), RD(25), FW(30), EL(35), SL(50), MS(33) dan ED(40).
"Kita mohon dukungan dan do'a masyarakat," ungkap Kapolres. Proses penyelidikan dan penyidikan terus berjalan sesuai prosedur hukum. Bahkan, para saksi-saksi juga terus diawasi dan dipantau untuk memberikan keamanan.

Keterlibatan Kades Hariono dalam Pembunuhan Salim Kancil Diusut

Liputan6.com, Jakarta - Hariono, Kepala Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka kasus penambangan ilegal. Desa ini merupakan tempat terjadinya kasus pengeroyokan terhadap aktivis antitambang yang menyebabkan Salim Kancil terbunuh dan Tosan luka parah.
Kapolres Lumajang AKBP Fadly Munzir Ismail mengatakan, Hariono ditangkap pada Selasa 29 September malam bersama sejumlah pelaku pengeroyokan yang juga ditetapkan sebagai pelaku pengeroyokan Salim Kancil dan Tosan.
"Kita tetapkan sebagai tersangka untuk kasus penambangan ilegal. Masih kita dalami keterlibatannya dalam kasus pengeroyokan itu. Tersangka juga belum kami tahan," kata Fadly saat mengunjungi Tosan di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang, Rabu (30/9/2015).
Aktivitas penambangan pasir di Desa Selok Awar-Awar yang dikelola Hariono terbukti tidak memiliki izin usaha penambangan (IUP). Kepolisian juga mendalami aktor sesungguhnya pengelolaan pertambangan tersebut. Butuh proses untuk mengungkap semua kasus tersebut.
"Semua masih kita dalami, termasuk siapa yang menjadi atasan dari kepala desa itu dalam mengelola tambang. Semua butuh proses," ucap Fadly.
Secara keseluruhan sudah ada 23 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengeroyokan Salim Kancil dan Tosan. Kepolisian menjerat para pelaku dengan pasal berlapis mulai dari 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
"Berkas untuk pelaku pembunuhan Salim Kancil sudah kami lengkapi. Kami sudah kirim surat dimulainya penyidikan ke kejaksaan," tandas Fadly.
Untuk kasus pengeroyokan terhadap Tosan, kepolisian masih mengumpulkan bukti-bukti lanjutan. Selain itu, Tosan juga belum bisa dimintai keterangan lantaran kondisinya masih belum memungkinkan. Dalam perkembangannya, tidak menutup kemungkinan ada tersangka lagi.
"Pak Tosan masih sakit, belum bisa dimintai keterangan. Dalam kasus ini bisa jadi ada tersangka baru lagi," pungkas Fadly.

Kontras : Sebelum Dibunuh Dengan Batu, Salim Kancil Sempat Disetrum dan Digergaji di Balai Desa

Lumajang (lumajangsatu.com) - Koordinator Kontras Jawa Timur langsung turun mekakukan investigasi terhadap pembunuhan keji kepada warga penolak tambang desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian. Dari data yang dikumpulkan Kontras dilapangan, ditemukan fakta mengejutkan terhadap pembunuhan kepada Salim alias Kancil.
"Kita temukan bahwa pak Salim diambil dari rumahnya, dan dianiaya di balai desa Selok awar- awar dengan berbagai macam penyiksaan, ini jelas ada keterlibtan aparat desa" ujar Fatkhul Khoir koordinator Kontras Jatim saat menggelar rilis dengan sejumlah media, Minggu (7/09/2015).
Salim disiksa dengan cara disetrum, digergaji dibagian lehernya dan juga dipukul dengan benda tumpul dan juga cangkul. Salim akhirnya menemui ajalnya setelah dipukul menggunakan batu dibagian kepalanya dan sekujur tubuhnya.
"Salim disiksa dengan digorok lehernya dengan gergaji kayu, disetrum dan dipukul menggunakan kayu, cangkul dan juga batu," jelasnya.
Sedangkan korban selamat bernama Tosan, didatangi dirumahnya dan dihajar beramai-ramai oleh orang-orang pro tambang. Dalam kondisi yang tidak berdaya, Tosan juga dilindas dengan menggunakan sepeda motor dan dipukul dengan menggunakan kayu serta senjata tajam lainnya.
"Kita minta aparat penegak hukum dan pemerintah Kabupaten Lumajang bertindak tegas agar tidak terjadi tragedi serupa," pungkasnya.
Kasus II
Pembunuhan Holly Angela
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian menduga Holly dibunuh secara terencana oleh komplotan Elriski Yudistira, 34 tahun. Komplotan ini terdiri dari empat orang dan telah mengintai Holly sejak Agustus 2013. Eksekusi terhadap Holly dilakukan pada Selasa, 1 Oktober 2013.
"Dua pelaku (Elriski dan diduga seseorang berinisal R yang masih buron) sudah di kamar Holly sebelum korban tiba di kamarnya," ujar Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan, Jumat, 11 Oktober 2013. Holly saat itu baru kembali dari rumah ibu angkatnya, Kus Handani Murti Astuti alias Ani, di Cibubur menjelang tengah malam. 
Sambil membuka pintu kamar apartemen, Holly menghubungi Ani untuk mengabarkan dia sudah tiba di Kalibata dengan selamat. Saat itu dia tidak tahu jika ada  orang yang telah menunggunya di dalam kamar. Holly yang masih tersambung melalui telepon dengan ibu angkatnya langsung meminta tolong.
"Pelaku langsung membekap mulutnya, lalu dipukuli dengan besi," ujar Herry. Barang bukti berupa besi sepanjang 50 sentimeter tersebut diduga sebagai senjata yang dipakai pelaku untuk menghabisi Holly.
Pelaku yang sudah mengikat tangan Holly tak sempat menghabisi nyawa wanita kelahiran Magelang itu. Sebab, pintu kamar keburu digedor oleh kerabatnya dan satpam apartemen. Mereka berdua kemudian mencoba kabur lewat pintu balkon. Mereka lari ke kamar tetangga Holly bernomor 09AS yang kebetulan sedang ditinggal pemiliknya.
Seorang pelaku berhasil melompati balkon dan bersembunyi di balkon kamar tersebut. Namun, Elriski diduga terpeleset ketika mencoba melarikan diri. Ia terjatuh dan tewas seketika di taman Tower Ebony. "Elriski terpeleset dan jatuh ke taman," ujar Herry.
Hingga situasi kondusif, teman Elriski ini bersembunyi di balkon kamar tersebut. Ketika situasi mulai sepi, si pelaku turun ke kamar yang terletak tepat di bawahnya dengan menggunakan handuk yang diikat-ikat. Polisi telah menyita barang bukti handuk ini dari kamar bernomor 09AS.
Di kamar 08AS, pelaku bersembunyi beberapa lama hingga situasi aman. Ia masuk ke dalam kamar dengan cara memecahkan kaca. Kamar tersebut dianggap aman untuk bersembunyi karena tak berpenghuni. Ia lalu membobol pintu kamar tersebut dari dalam, kemudian melarikan diri.
Aksi pembunuhan berencana ini diduga diotaki oleh S, yang ditangkap polisi dua hari lalu di Karawang, Jawa Barat. Selain itu, polisi juga menangkap AL di Bojonggede pada hari yang sama. Polisi belum mengungkap peran AL. Tersangka R dan Elriski diduga sebagai eksekutor pembunuhan Holly. Rencananya, usai menghabisi nyawa Holly, mereka akan memasukkan jenazahnya ke hardcase gitar berukuran 100x50x50 sentimeter. Peralatan ini ditemukan di kamar lantai enam yang disewa pelaku untuk merencanakan pembunuhan ini.
Hingga saat ini polisi masih menyelidiki motif pembunuhan ini. Polisi juga tengah menelusuri  kemungkinan ada tersangka lain yang terlibat dalam kasus ini.

Gatot Sangkal Bunuh Holly, Polisi: Bukti Cukup

TEMPO.COJakarta - Polisi menyatakan merasa cukup dengan alat bukti dan keterangan saksi yang didapat terkait dengan peran Gatot Supiartono dalam kasus pembunuhan Holly Angela alias Niken Hayu Winanti, 37 tahun. Auditor utama di Badan Pemeriksa Keuangan itu telah ikut ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu malam lalu atas kematian Holly, istri sirinya, di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, pada Senin malam, 30 September lalu.
"Polisi tidak mengejar pengakuan tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Slamet Riyanto kemarin. Menurut dia, hingga kemarin penyidik telah memeriksa 25 saksi. Polisi, kata dia, sama sekali tidak risau akan penyangkalan Gatot bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus pembunuhan, yang diduga dilakukan oleh lima orang. Di antara para pelaku itu, seorang bernama Elriski tewas terjatuh dari apartemen dan dua lainnya masih buron.
Keterlibatan Gatot diperoleh polisi dari pengakuan Surya Hakim, seorang sopir mobil sewaan yang menjadi tersangka perencana pembunuhan. Gatot, 54 tahun, disebutkan oleh Surya, sering “curhat” tentang Holly yang banyak menuntut, dari apartemen hingga mobil. Terakhir, Gatot didesak untuk menceraikan istrinya yang pertama
Polisi juga telah menemukan sejumlah alat bukti di kamar E 06 BE yang disewa Surya, tiga lantai di bawah kamar apartemen Holly. Di kamar itu pula Surya dan komplotannya disebutkan merencanakan pembunuhan, di antaranya akan memasukkan mayat Holly dalam peti gitar, lalu membuangnya ke laut.
Polisi juga mengungkap adanya upah sebesar Rp 250 juta untuk pekerjaan Surya dan kelompoknya apabila berhasil menghabisi Holly. Gatot disebutkan membuka akses kepada para eksekutor masuk ke kamar Holly dengan menyediakan kartu dan kunci.
Gatot sendiri menyatakan sama sekali tidak menyangka bakal ditetapkan sebagai tersangka. Pada Rabu lalu dia memenuhi panggilan polisi setelah dipanggil pulang dari masa tugasnya mengaudit keuangan Perwakilan RI di Australia dan mengambil cuti. "Kondisinya langsung drop setelah dijadikan tersangka dan ditahan," ujar Afrian Bondjol, kuasa hukumnya.
Melalui pengacaranya, Gatot menyatakan mengajukan penangguhan penahanan. Namun, pemintaan ini belum disampaikan ke polisi hingga kemarin. “Suratnya belum sampai kepada saya," kata Slamet.

3 Pembunuh Holly Angela Terancam Hukuman Mati

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 3 terdakwa kasus pembunuhan Holly Angela Hayu di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan pada 30 September 2013 terancam hukuman mati. Surya Hakim, Abdul Latief, dan Pago Satria Permana didakwa dengan pasal berlapis.
"Ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, lebih subsider Pasal 353 ayat 3 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP," kata Jaksa Agus Kurniawan dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (24/3/2014).
Dalam berkas dakwaan secara terpisah itu, terdakwa Surya dan Latif satu berkas. Sedangkan terdakwa Pago tersendiri. Ketiga terdakwa didakwa bersama-sama telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Holly, atas suruhan Gatot Supiartono tak lain suami siri Holly yang bekerja sebagai auditor BPK.



Perbandingan Tabel antara kasus I dan II
No

Kasus I
Kasus II
1
Jenis Pidana
Pembunuhan dan Pengeroyokan
Kepolisian menjerat para pelaku dengan pasal berlapis mulai dari 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
Pembunuhan
terdakwa dijerat dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, lebih subsider Pasal 353 ayat 3 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP
2
Nama Tersangka
SI (58), HE (32), TE(58), SR(58), GT(49), SU(55), EDR(28), HA (41), TI (60), MD(65), WD(34), NG(54), RD(25), FW(30), EL(35), SL(50), MS(33) dan ED(40), dan Kades Hariono
Surya Hakim, Abdul Latief, dan Pago Satria Permana atas suruhan Gatot Supiartono.
3
Nama Korban
Salim Kancil dan Tosan
Holly Angela Hayu
4
Jumlah Korban dan Tersangka
·    Jumlah korban: 2
·    Jumlah Tersangka:19
· Jumlah korban: 1
· Jumlah Tersangka: 4
5
Jumlah Kerugian
·    Materiil
·    In Materiil
·    Materiil: -
·    In materiil: Meninggal dunia, dan Masih dalam keadaan kritis
· Materiil: adanya upah sebesar Rp 250 juta untuk pekerjaan Surya dan kelompoknya apabila berhasil menghabisi Holly
· In materiil: meninngal dunia
6
Perlakuan Aparat
·   Polisi
·   Hakim
·   Jaksa
·   Polisi: kepolisian masih mengumpulkan bukti-bukti lanjutan
·   Hakim: -
·   Jaksa: -
· Polisi: mempunyai cukup bukti dalam kasus ini
· Hakim: -
· Jaksa: bersikap adil
7
Fasilitas
Fasilitas yang diterima yakni sama seperti kasus-kasus yang lainnya
Fasilitas yang diterima yakni sama seperti kasus-kasus yang lainnya
Analisis Sosiologis
Masyarakat dari lapisan bawah yakni masyarakat yang kedudukan atau status dilingkungannya hanyalah sebagai masyarakat biasa. Sedangkan masyarakat dari lapisan atas adalah masyarakat yang dianggap terpandang dan memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat atau dinegaranya.
Dari kedua kasus dan di tabel perbandingan diatas dapat kita lihat perbedaan dari keduanya yakni pada kasus I yang menjadi terdakwa yakni masyarakat dari lapisan bawah yaitu para penambang illegal dan pada kasus II yang menjadi terdakwa yakni dari lapisan atas yaitu oleh Gatot Supiartono sebagai auditor BPK.
Pada jenis pidana yang dilakukan adalah sama yakni pembunuhan tetapi juga ada perbedaan, pada kasus I adanya pengeroyokan dan penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korban. Dapat kita lihat sebelum korban meninggal dunia, salim disiksa dengan cara disetrum, digergaji dibagian lehernya dan juga dipukul dengan benda tumpul dan juga cangkul. Salim akhirnya menemui ajalnya setelah dipukul menggunakan batu dibagian kepalanya dan sekujur tubuhnya. Sedangkan korban selamat bernama Tosan, didatangi dirumahnya dan dihajar beramai-ramai oleh orang-orang pro tambang. Dalam kondisi yang tidak berdaya, Tosan juga dilindas dengan menggunakan sepeda motor dan dipukul dengan menggunakan kayu serta senjata tajam lainnya. Dan yang melakukan tindakan tersebut adalah para terdakwa sendiri tanpa adanya yang menyuruh dan secara terang-terangan.
Pada kasus II ini sebelumya memang sudah direncanakan sedemikian rupa untuk membunuh korban yakni dapat kita lihat dari Rencananya, usai menghabisi nyawa Holly hanya dengan memukulnya dengan besi, mereka akan memasukkan jenazahnya ke hardcase gitar berukuran 100x50x50 sentimeter. Dan ini ditegaskan karena adanya suruhan dari Gatot Supiartono suami siri dari korban. Gatot Supiartono memberi upah sebesar Rp 250 juta untuk pekerjaan Surya dan kelompoknya apabila berhasil menghabisi Holly. Dengan syarat tanpa meninggalkan jejak.
Dari kedua kasus ini perlakuan dari aparat yakni sama, yaitu sama-sama mencari barang-barang bukti yang kuat dan menegakkan hukum setegas-tegasnya. Dalam kenyaatannya banyak perlakuan aparat ini memihak kepada siapa yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan yang mempunyai banyak uang. Namun, pada kasus ini perlakuan aparat ini tidak memihak kepada siapapun. Karena prinsipnya yakni yang bersalah memang harus dihukum seadil-adilnya agar tidak adanya kasus yang serupa kembali terjadi.

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa orang atau masyarakat dari lapisan atas bisa menyuruh oranglain untuk melakukan apapun yang dia inginkan tanpa mengotori tangnnya sendiri. Karena mereka merasa punya kekuasaan dan uang yang banyak untuk mendapatkan apapun yang mereka inginkan tanpa adanya oranglain yang mengetahuinya. Namun, berbeda dengan orang atau masyarakat dari lapisan bawah, mereka melakukan tindakannya dengan tangannya sendiri tanpa adanya suruhan dari orang lain. Karena mereka tidak mempunyai uang untuk menyuruh orang untuk melalukan tindakan tersebut. Makadari itu mereka melalukannya secara terang-terangan.